Ramadan dua tahun lalu kita bertemu di cafe pinggiran kota, atau sebuah
kedai kopi. Entahlah. Aku tak tahu seharusnya menamai tempat itu apa. Saat itu adalah kencan pertamaku.
Yang pertama setidaknya untuk beberapa tahun belakangan. Aku pikir kau tidak keberatan
jika aku menyebutnya kencan. Jika kau keberatan, aku akan ganti bagian ini.
Setelah sampai di tempat ternyata aku terlambat. Akupun langsung memesan. Kalau boleh jujur aku tidak tahu
jenis minuman di sana, terlalu banyak nama untuk segelas kopi. Bukan apa,
yang kutahu kopi itu kalau tidak hitam ya coklat. Kalau tidak pahit ya
manis. Itu saja.
Setelah duduk dan pesanan datang, kita berbincang. Kau terlihat begitu
tenang dengan menyilangkan kakimu, dan sesekali kau menambahkan gula ke kopimu
lalu mengaduknya begitu pelan sambil matamu terus menatapku.
Dari semua obrolan malam itu ternyata banyak hal yang aku lewatkan
tentangmu. Aku selalu berpikir bagaimana bisa? Aku mengenalmu sudah begitu
lama. Apakah selama ini kau tak terlihat olehku atau aku yang tak terlihat
olehmu?
Yang pasti sejak pertemuan itu aku merasa lebih bahagia, aku punya
alasan untuk bangun pagi dan mengucapkan selamat pagi, atau jika aku bangun
terlambat kau yang mengucapkannya. Bahkan sekarang aku tahu apa itu espesso. Ya, karena
kau suka itu.
Sekali lagi, kau tidak keberatan kan aku menyebutnya sebagai kencan?